![]() |
Direktur Bank Sampah Induk Sagala 54, Bendry Bosner Sagala saat pelatihan pengelolaan sampah di Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langsa. |
Metro7news.com|Deli Serdang - Pengalaman dalam hal pengelolaan sampah di Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langsa, sangat jauh berbeda dalam hal perhatian pemerintahnya, dibandingkan dengan kondisi yang ada dan kita rasakan selama ini.
"Seperti yang dialami saudara-saudara kita para pemulung yang ada di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang," ujar Direktur Bank Sampah Induk Sagala 54, Bendry Bosner Sagala kepada wartawan di Sunggal Deli Serdang, Jum'at, 20 Desember 2024.
Hal tersebut dibicarakan Bendry pengalamannya saat menjadi pemateri dan narasumber pembentukan TPS 3R Kampung Desa Seruway Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis 19 Desember 2024, bersama para pembicara lainnya yakni Arma Caniago dan Ratna sebagai Narasumber dan Pakar Budidaya Maggot.
Dipaparkan Bendry, perhatian Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang betul-betul sangat mendukung terhadap pelaku-pelaku pengelola sampah serta pelaku-pelaku lingkungan hidup.
"Karena semua kegiatan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah dibiayai oleh APBD Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langsa," sebut Bendry.
Bendry Sagala yang juga Ketua DPD Propas Sumut dan Direktur Arta Jaya menerangkan pengalamannya saat berdiskusi dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Langsa, Putera Siregar,
Sementara, Pemerintah Kabupaten Langsa sangat mendukung mulai dari kegiatan masyarakat untuk pengelolaan sampah dan pembudidayaan maggot semua difasilitasi oleh pemerintah setempat.
Bendry Sagala yang juga Wakil Sekretaris Umum I DPP Kelompok Masyarakat Pra Sejahtera (KMPS) ini mengharapkan, nantinya kedepan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang bakal dipimpin M. Bobby Afif Nasution mampu meningkatkan sinergi dengan para aktifis lingkungan dan persampahan termasuk pemulung sampah. Agar supaya pelaku-pelaku pengelola sampah itu dapat juga meningkatkan kegiatan mereka menjadi kegiatan ekonomi dilingkungan masing-masing.
Sehingga tidak hanya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, namun mereka juga punya penghasilan guna meneruskan kegiatan terkait lingkungan hidup dan konsisten berkesinambungan. Sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat kalangan bawah dan prasejahtera yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan lingkungan.
Apalagi sebut Bendry, saat ini penimbunan sampah di TPA harus semakin dikurangi, karena sampah yang ada harus dapat diurai dan didaur ulang sendiri oleh warga dan dapat digunakan kembali. Hingga akhirnya sisa 30 persen saja limbah dan sampah yang tidak dapat.lagi diurai warga yang dikirim dan berada di TPA.
"Dan target Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah 70 persen penanganan sampah dan harus dikelola atau didaur ulang dan yang terbuang 30 persen dapat direalisasikan," papar Bendry.
Bendry mengkritik masih banyak pejabat di level bawah seperti desa yang tidak memahami proses daur ulang sampah, yang menjadi program prioritas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten-kota.
Seperti yang terjadi di Kampung Baru Dusun VI Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Bahkan untuk sekedar mengeluarkan SKU (Surat Keterangan Usaha) bagi para penggiat persampahan agar mereka dapat terdata secara administrasi pemerintahan, yang tentunya bakal meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan otomatis menaikkan pendapatan pemerintah desa.
Namun, aparat desa sepertinya enggan memberikan, bahkan bagaikan jijik dengan penggiat sampah baik pemulung dan penggiat botot yang ada. Padahal lebih dari 80 persen masyarakat Dusun VI Desa Helvetia menggantungkan hidupnya dari bidang pengelolaan persampahan.
"Mari kita bergandengan tangan dalam hal pengelolaan lingkungan dan persampahan ini. Jika masyarakat sudah memulai mengelola sampah, harusnya pejabat ditingkat desa mendukung dan bersinergi. Karena kegiatan ini juga masuk dalam sektor hilirisasi Pemerintahan Jokowi dan saat ini dilanjutkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka," tutup Bendry Sagala.
(rel/fitri)