Kejari Tanjungbalai Raih Penghargaan Terbaik II Video Restorative Justice

 



 

Kejari Tanjungbalai Raih Penghargaan Terbaik II Video Restorative Justice

Kamis, 12 Desember 2024


Metro7news.com|Tanjungbalai - Kejaksaan Negeri Tanjungbalai menerima anugerah penghargaan sebagai satuan kerja (Satker) terbaik II dalam video keadilan restoratif atau restorative justice yang diberikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada kegiatan rapat kerja daerah (Rakerda),  Wilayah Hukum Kejatisu 2024. 


Penghargaan tersebut diterima oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai, Yulianti Ningsih, SH., MH di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Jalan Besar A.H Nasution, Pangkalan Masyur Medan, Rabu (11/12/24).


Kajari Tanjungbalai melalui Kasi Intelijen, Andi Syahputra Sitepu, SH kepada media, Kamis (12/12/24) menerangkan, penghargaan yang diterima oleh Kejari Tanjungbalai tersebut berkat langkah penanganan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (RJ) dalam perkara kecelakaan lalu lintas di Tanjungbalai. 



Kasi Intelijen menuturkan, pada Selasa (10/12/24) bertempat di ruang rapat lantai II Kantor Kejatisu telah dilaksanakan ekspose permohonan penyelesaian perkara secara humanis melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice dari Kejari Tanjungbalai.


Atas usul dan permohonan tersebut, selanjutnya, Wakajati Sumut, Rudy Irmawan, SH., MH didampingi Aspidum Kejatisu, Imanuel Rudy Pailang, SH., MH beserta koordinator dan para Kepala Seksi pada Bidang Tipidum Kejatisu menggelar ekspose secara daring atau zoom meeting dari Kejati Sumut kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI, Prof.Asep Nana Mulyana.


Ekspose tersebut kemudian disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk diselesaikan secara humanis melalui restorative justice.


"Atas pembuatan video dengan judul, Kedepankan Hati Nurani dan Kemanusiaan, Kejaksaan Fasilitasi Perdamaian Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas di Tanjungbalai. Dengan itu Kejaksaan Negeri Tanjungbalai dianugerahi penghargaan oleh Kejatisu," tuturnya.


Kemudian, Kasi Intelijen Andi Syahputra memaparkan kronologi perkara Lakalantas, yang terjadi sekira pukul 10.30 WIB, Sabtu (05/10/24) di Jalan Jenderal Sudirman KM 7 Sijambi, Kecamatan Datuk Bandar Tanjungbalai.


Saat itu, tersangka Jamalum Parningotan Situmorang mengemudikan Mobil Minibus Isuzu dengan kecepatan 40 Km/jam. Akibat kelalaiannya, ia pun menyerempet badan sebelah kanan pejalan kaki, seorang anak laki-laki bernama Arjuna Maulana Damanik, yang saat itu tiba-tiba menyeberang jalan.


Melihat korban terkapar, tersangka Jamalum Parningotan Situmorang pun langsung berhenti dan menolong korban. Korban pun dibawa oleh tersangka ke RSUD Kota Tanjungbalai. 


Dari keterangan penyidik, usai membawa korban ke RSUD, tersangka pun langsung menyerahkan diri ke Polres Tanjungbalai, selanjutnya korban diketahui meninggal dunia di rumah sakit.


Akibat kejadian itu, tersangka menjalani proses hukum dan dijerat pasal 310 Ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


Kemudian setelah keluarga korban menyatakan bersedia berdamai, kemudian Jaksa fasilitator Kejari Tanjungbalai melakukan mediasi antara tersangka dan keluarga korban, dan dengan kesadaran tersangka serta telah menunjukkan niat bertanggungjawab penuh terhadap keluarga korban, akhirnya keluarga korban ikhlas dan bersedia memaafkan korban dimana antara keluarga korban dan tersangka masih saling kenal.


Lebih jauh, Kasi Intelijen menyampaikan,  bahwa restorative justice tersebut merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur pengadilan, yang dilakukan dengan mengedepankan hati nurani serta melibatkan para pihak (korban) dan pelaku (tersangka) maupun keluarganya.


"Intinya harus ada perdamaian atau kesepakatan dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara tanpa harus ke pengadilan. Kejaksaan berperan sebagai fasilitator dan juga mediator bagi para pihak agar bisa mencapai kesepakatan dan perdamaian," terangnya.


Kasi Intelijen menambahkan, restoratif justice merupakan salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana yang cukup efektif dan humanis yang dapat memberikan dampak positif bagi pelaku dan korban.


Dengan tercapainya kesepakatan perdamaian maka permasalahannya sudah dianggap selesai dan tentunya juga tidak akan menimbulkan rasa dendam yang dapat mengakibatkan konflik di kemudian hari.


"Oleh karena itu, dibutuhkan juga kemampuan para Jaksa untuk bisa menengahi dan memberikan pemahaman hukum yang baik bagi masyarakat, khususnya korban dan pelaku maupun keluarganya," tambahnya.


(ds)