![]() |
Tong Pengolahan batuan mengandung emas, (foto koleksi). |
Metro7news.com|Madina - Setiap orang atau pemegang IUP operasi produksi atau PUPK operasi produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, bertentangan sebagaimana dimaksud dalarn pasai 37, pasal 40 ayat (3), pasal 43 ayat (2), pasal 48, pasal 67 aya t (l), pasal 74 ayat (I), pasal 81 ayat (2), pasal 103 ayat (2), pasal 104 ayat (3), atau pasal 105 ayat (1), dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar.
Bunyi pasal 161 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan jelas dan tegas mengatur sanksi pidana terhadap pelaku pemurnian dan penampungan mineral yang berasal dari kegiatan tanpa izin usaha pertambangan.
Namun di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), khususnya di sekitar Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Panyabungan Barat dan Kecamatan Naga Juang banyak terdapat pengolahan batuan mengandung emas yang kuat dugaan berasal dari kegiatan penambangan tanpa izin (PETI).
Tentu pengolahan bantuan mengandung emas dengan menggunakan bahan kimia, baik itu gelundungan maupun pengolahan lumpur batuan (Tong) telah menabrak pasal 161 UU RI Nomor 3 Tahun 2020. karena mengolah dan memurnikan mineral yang berasal dari kegiatan tanpa izin.
Walau demikian hingga Kamis (06/02/25) pengolahan bantuan emas yang kuat dugaan berasal dari kegiatan penambangan tanpa izin masih tetap beroperasi tanpa tersentuh oleh hukum, sebagaimana telah diatur dalam pasal 161 UU RI Nomor 3 Tahun 2020.
Dengan leluasanya pengolahan batuan emas beroperasi tanpa tersentuh hukum, menyisakan pertanyaan besar ditengah masyarakat dan pemerhati lingkungan, muncul pertanyaan, "Saipa dibalik pengelola Gelundungan dan Tong yang tidak tersentuh hukum".
(MSU)