![]() |
So Huan alias Law Ka Ho (57) pencari keadilan terkait permasalahan Akte No 14 yang di palsukan. |
Metro7news.com|Medan - So Huan alias Law Ka Ho (57) masih terus bergerilya untuk mencari keadilan. Setelah sebelumnya membuat surat permohonan kepada PN Tanjungbalai untuk meminta salinan Akte No 14 tanggal 31 Januari 2022 tentang "Pernyataan dan Pemberian Kuasa" yang tertera dalam dalil gugatan pokok "B" poin "2" perkara perdata nomor : 8/Pdt.G/2023/Pn.Tjb.
Juru Bicara PN Tanjungbalai, Anita Medina S Pane, SH pada Rabu (28/05/2025) lalu menyatakan, bahwa Akte tersebut dibuat oleh Notaris Bambang Ariyanto, SH., M.Kn. Sebagai tergugat, So Huan kemudian mendatangi PN Tanjungbalai, Rabu (18/06/2025) kemarin.
Kedatangan So Huan saat itu diterima oleh salah satu Panitera yang juga menjadi Juru Bicara PN Tanjungbalai, Manarsar Siagian, SH. Kepada So Huan, Manarsar menyatakan bahwa Akte No 14 yang berisikan "Pernyataan dan Pemberian Kuasa" dari Sutanto alias Ahai Sutanto kepada So Huan tersebut tidak pernah ada.
"Tahun 2022 itu tidak ada, yang ada adalah No 14 tanggal 31 Januari 2020. Dalam hal ini, tergugat sudah diberikan kesempatan oleh pengadilan untuk melakukan banding dan kasasi, semua itu juga telah dilakukan hingga putusannya saat ini telah inkrah," katanya.
Mendengar jawaban itu, So Huan pun sontak merasa bingung dan merasa ada yang janggal dengan perkara perdata yang disidangkan oleh PN Tanjungbalai itu.
Bagaimana tidak, dalam dalil gugatannya, penggugat bersama penasihat hukumnya membuat pondasi berupa Akte No 14 tanggal 31 Januari 2022 yang seolah Sutanto alias Ahai Sutanto ada memberi kuasa kepada So Huan untuk melakukan pembelian dua bidang lahan, yakni tanah dengan SHM 74 dan SHM 75 milik Wahab Ardianto.
Terakhir, PN Tanjungbalai memberikan keterangan bahwa Akte tersebut tidak pernah ada, lalu hanya menunjukkan copy depan Akte No 14 tanggal 31 Januari 2020 yang dibuat oleh Notaris Bambang Ariyanto.
Padahal Akte itu jelas berisi "Persetujuan dan Kuasa" dari So Huan kepada Sutanto alias Ahai Sutanto untuk melakukan penyelesaian administrasi pembelian lahan SHM No 75 milik Wahab Ardianto.
"Akte yang dibuat oleh Bambang, No 14 tanggal 31 Januari 2020 isinya adalah saya memberikan persetujuan dan kuasa kepada Sutanto alias Ahai Sutanto. Tapi mereka buat dalil gugatan dengan Akte bernomor sama, tanggal dan bulan yang sama, tahun berbeda. Seolah-olah Sutanto ada memberi kuasa kepada saya," ungkap So Huan kepada media, Sabtu (21/06/2025).
Masih katanya, akibat adanya Akte No 14 tanggal 31 Januari 2022 yang dimasukkan oleh penggugat ke dalam dalil gugatannya yang akhirnya membuat Majelis Hakim menyimpulkan bahwa So Huan adalah sebagai perantara jual beli atas lahan SHM No 74 yang pada kenyataannya adalah sah milik Julianty, SE istri So Huan.
"Akibat Akte itu Majelis Hakim pun akhirnya menyimpulkan bahwa saya menjadi perantara jual beli. Dalam pertimbangan dan putusan, Majelis Hakim serta Panitera diduga sengaja tidak menuliskan nomor Akte itu sebagai dasar, lalu dengan apa Majelis Hakim dapat menentukan saya sebagai perantara," tandasnya.
Lebih lanjut, So Huan pun menyesalkan sikap Majelis Hakim PN Tanjungbalai yang dinilainya tidak melakukan penelitian secara mendalam sebelum menerima gugatan perkara perdata yang ujungnya hanya merugikan dirinya sebagai tergugat.
Atas hal itu, So Huan pun akan mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA-RI) untuk mengambil langkah tegas terhadap Majelis Hakim yang telah memutuskan perkara itu.
"Saya menduga Majelis Hakim terlalu memaksakan putusan untuk memenangkan penggugat dalam perkara. Untuk itu saya akan mendesak Bawas agar segera mengambil langkah tegas," tutupnya.
Menyikapi hal itu, Praktisi Hukum yang juga Sekretaris Jenderal DPP AMPI, Robi Anugerah Marpaung, SH., MH melalui selulernya kepada media mengatakan, jika memang dari awal ada indikasi bahwa gugatan tersebut tidak lengkap atau cacat formil, harusnya pengadilan dapat menolak gugatan itu. Agar tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.
Masih kata Robi Anugerah Marpaung, jika putusan hukum tidak sesuai dengan jalannya persidangan, maka dapat di Niet Ontvankelijke Verklaad/NO kan.
Pemilik Kantor Hukum RAM and Associate Jakarta itu juga menyinggung masalah kredibilitas, transparansi dan akuntabilitas peradilan yang banyak diragukan oleh masyarakat dewasa ini. Sehingga ia pun berharap agar PN di seluruh Indonesia dapat berlaku adil, bijaksana dan terpercaya
"Iya, jika pada akhirnya masyarakat menemukan berbagai kejanggalan dalam proses perkara, wajar lah dia membuat laporan. Karena menurutnya pengadilan belum dapat mengakomodir nilai-nilai keadilan itu sendiri. Sehingga harus ada upaya lain yang dapat mewujudkan keadilan baginya," ujarnya.
(dt)