![]() |
HRB secara khusus mengundang BAM DPR-RI untuk melakukan kunjungan kerja langsung ke Subulussalam. |
Metro7news.com|Jakarta - Wali Kota Subulussalam, H Rasyid Bancin (HRB), memimpin langsung delegasi Pemerintah Kota Subulussalam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pimpinan dan Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR-RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/09/25).
Turut mendampingi HRB, jajaran pejabat terkait seperti Plt Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan (Distanbunkan), Sarkani, Kepala Bidang Perkebunan, Andriansyah, Kepala Bidang II Dinas Pertanahan, Das Tanta Tarigan, Camat Penanggalan, Cari Dengan Bancin, Camat Runding, T. Ridwan Saidi.
Serta, Kepala Kampong Pasar Runding, Makmur, Kepala Desa Binanga Jarkasi, serta Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Subulussalam yang diwakili Khalidin Umar Barat, Putra Pakpak Manik, dan Nukman Suryadi Angkat.
Sementara, dari pihak DPR-RI, hadir sejumlah anggota BAM, diantanya Adian Napitupulu (F-PDIP), Taufiq R Abdullah (F-PKB), dan Cellica Nurrachadiana (F-Demokrat).
Dalam forum tersebut, HRB secara terbuka memaparkan problematika pelik agraria yang selama ini membelit masyarakat Subulussalam. Dirinya menyebut, bahwa konflik pertanahan di wilayahnya tidak hanya melibatkan masyarakat versus perusahaan, tetapi juga sarat dengan dugaan praktik mafia tanah yang beroperasi sistematis.
Persoalan yang disampaikan tidak sekadar sengketa biasa, melainkan mencakup kasus-kasus serius seperti manipulasi perizinan, sertifikasi tanah yang melanggar ketentuan hukum, hingga praktik penguasaan lahan secara ilegal oleh sejumlah korporasi besar.
Salah satu sorotan utama HRB adalah praktik penguasaan tanah oleh PT Sawit Panen Terus (SPT). Menurutnya, perusahaan tersebut memanfaatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) hasil redistribusi tanah melalui mekanisme yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku.
Hal ini dinilai merugikan masyarakat sekaligus merusak tatanan reforma agraria yang sedang dijalankan pemerintah. Selain PT SPT, HRB juga menyoroti kasus pencaplokan tanah masyarakat seluas 125 hektar oleh PT Laot Bangko, termasuk penguasaan lahan ilegal yang muncul dari enclaving dalam proses perpanjangan HGU perusahaan itu.
Tak berhenti di situ, HRB menguraikan konflik lain yang melibatkan PT Mitra Sejati Sejahtera Bersama (MSSB). Dua desa administratif milik Pemko Subulussalam, yakni Desa Geruguh dan Kuala Keupeng, dilaporkan tercaplok ke dalam konsesi perusahaan tersebut. ,
Akibatnya, masyarakat di dua desa tersebut kehilangan hak untuk mensertifikatkan tanah mereka karena statusnya masih terikat dalam HGU MSSB. Kondisi ini, tegas HRB, tidak hanya menghambat pembangunan desa, tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial bagi warga yang tanahnya secara de facto mereka kuasai turun-temurun.
“Konflik ini sudah berlangsung lama dan berlarut-larut. Masyarakat menjadi korban, sementara perusahaan seolah kebal terhadap aturan. Kami meminta perhatian serius dari BAM DPR-RI agar ikut memperjuangkan hak-hak rakyat Subulussalam yang dirampas,” ujar HRB dalam RDP tersebut.
Dirinya juga menambahkan, bahwa Pemko Subulussalam tidak cukup kuat menghadapi korporasi besar tanpa dukungan politik dan kebijakan dari DPR-RI.
Sebagai tindak lanjut, HRB secara khusus mengundang BAM DPR-RI untuk melakukan kunjungan kerja langsung ke Subulussalam. Menurutnya, langkah itu penting agar para anggota dewan dapat melihat secara nyata kondisi di lapangan serta mendengar langsung suara masyarakat.
“Kami berharap keterlibatan BAM tidak berhenti di forum ini saja, tetapi berlanjut pada aksi nyata demi keadilan agraria di Subulussalam,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Pimpinan RDP BAM DPR-RI, Adian Napitupulu, menyatakan pihaknya akan menampung seluruh aspirasi yang disampaikan. Ia mengakui bahwa problem agraria seperti yang dialami Subulussalam bukanlah isu baru, tetapi memerlukan perhatian serius karena menyangkut hak dasar masyarakat.
“Kami akan menindaklanjuti sesuai kewenangan yang dimiliki BAM DPR-RI. Aspirasi dari Pemko Subulussalam akan menjadi bahan penting dalam agenda kami ke depan,” kata Adian.
Dengan demikian, RDP ini menjadi momentum penting bagi Pemerintah Kota Subulussalam dalam mengangkat persoalan konflik agraria ke tingkat nasional. ,
Harapannya tindak lanjut konkret dari DPR-RI dapat menjadi jalan keluar bagi masyarakat yang selama ini terpinggirkan oleh kepentingan korporasi besar.
(D/Amdan Harahap)