-->

Notification

×

Iklan

Antoni Angkat Desak Perusahaan Perkebunan Patuhi Kewajiban Plasma 30 Persen dan Minta DPR RI Evaluasi DBH Sawit ‎

Senin, 17 November 2025 | November 17, 2025 WIB Last Updated 2025-11-17T14:32:02Z
Antoni Angkat Anggota DPRK Subulussalam di forum yang dihadiri BAM DPR RI menegaskan kepada perkebunan sawit merealisasikan kebun plasma bagi masyarakat.  

Metro7news.com|Subulussalam - Anggota DPRK Subulussalam, Antoni Angkat, dalam kesempatan forum yang di hadiri Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI,  menyatakan perlunya penegakan tegas terhadap kewajiban perusahaan perkebunan sawit dalam merealisasikan kebun plasma bagi masyarakat.  


Hal ini disampaikan menyusul banyaknya temuan perusahaan di wilayah Kota Subulussalam yang dinilai tidak patuh terhadap ketentuan perundang-undangan.

‎Antoni menjelaskan, bahwa aturan mengenai kebun masyarakat (plasma) sebenarnya sudah sangat jelas tertuang dalam Undang–Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 58 Ayat (1), yang mewajibkan perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20 % dari total areal yang mereka kelola.

‎“Faktanya, banyak perusahaan perkebunan di Subulussalam yang tidak melaksanakan kewajiban itu. Ini bentuk ketidakpatuhan terhadap undang-undang yang berlaku secara nasional,” ujar Antoni.

‎Ditegaskannya, bahwa Aceh memiliki ketentuan khusus melalui Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2012, yang bahkan menetapkan kewajiban lebih besar, yaitu 30 % kebun plasma, atau sebagai alternatif memberikan porsi saham 30 % kepada masyarakat.

‎“Qanun Aceh memberikan pilihan: perusahaan bisa membangun plasma 30 % atau memberikan 30 % saham kepada masyarakat sebagai bentuk kemitraan. Tidak ada alasan lagi untuk tidak melaksanakan kewajiban ini,” tegasnya.

‎Antoni juga mengkritik alasan perusahaan yang kerap menyebut ketidaktersediaan lahan sebagai hambatan pembangunan plasma. Menurutnya, Qanun Aceh telah memberikan solusi melalui berbagai skema kemitraan seperti penyertaan aset, pembangunan kebun, produksi, pemasaran, hingga bagi hasil.

Pendapatan Daerah Tidak Sejalan dengan Luas Perkebunan Sawit

‎Dalam kesempatan yang sama, Antoni menyoroti minimnya kontribusi pendapatan daerah dari sektor perkebunan, meskipun Kota Subulussalam dikelilingi oleh HGU perkebunan sawit.

‎“Ini anomali. Sawit menguasai sekitar 25 % wilayah Subulussalam, tapi pendapatan daerah kita hanya sekitar Rp 475 miliar. Kota dan masyarakat tidak merasakan dampak kesejahteraan yang semestinya,” ungkapnya.

‎Antoni menyebutkan, bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit yang diterima Kota Subulussalam terus menurun dalam tiga tahun terakhir, Tahun 2023 Rp 7,1 miliar, 2024 Rp 5,2 miliar, dan Tahun 2025 Rp 3,2 miliar. Padahal produksi sawit dan CPO terus meningkat.

‎“Ini sangat tidak adil. Luasan sawit kita besar, dampak lingkungan besar, tapi DBH justru terus turun. Pemerintah pusat harus membuka mata terhadap ketimpangan ini,” tegasnya.

Minta DPR RI dan Kementerian Keuangan Evaluasi Alokasi DBH Sawit

‎Antoni Angkat meminta anggota DPR RI bersama Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terhadap mekanisme alokasi DBH sawit agar lebih mencerminkan keadilan bagi daerah penghasil.

‎“Kami berharap DPR RI meninjau ulang kebijakan DBH sawit. Berikan alokasi yang adil dan proporsional sesuai kondisi lapangan, bukan hanya angka di atas kertas,” ujarnya.

‎Ia menutup pernyataan dengan menyerukan agar pemerintah pusat dan perusahaan perkebunan berhenti mengabaikan hak masyarakat dan daerah.

‎Subulussalam sudah terlalu lama hanya jadi penonton di tanah sendiri. Saatnya masyarakat mendapatkan bagiannya, baik dari plasma maupun dari pendapatan negara.

‎(Amdan Harahap)

×
Berita Terbaru Update