Usut Dugaan Kerugian Negara Terkait Keberadaan Lahan Sport Center di Desa Sena


 

Usut Dugaan Kerugian Negara Terkait Keberadaan Lahan Sport Center di Desa Sena

Rabu, 07 Juni 2023

Direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan lahan yang dikuasai PTON IITanjunh Morawa tanpa HGU di Desa Sena, Kecamatan Batangkuis, Kabupaten Deli Serdang.

Metro7news.com | Medan -  Aktifis NGO dan LSM di Sumut minta agar aparat hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk jeli mengamati indikasi adanya kerugian negara yang pelakunya dapat dikenai pasal pidana. 


Sebagaimana dimaksud dalam UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 dalam Pasal (2), Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 


Hal tersebut disampaikan BB Purba kepada wartawan, Rabu (07/06/23). Pernyataan BB Purba itu mengomentari adanya bukti jika Lahan Sport Center yang berada di Desa Sena, ternyata sama sekali tidak pernah memiliki alas hak kepemilikan tanah, yakni Sertifikat HGU. Penegasan tidak adanya Sertifikat HGU di Desa Sena tersebut. 


Ini tertuang dalam vonis No.156/G/2018/PTUN-Medan serta kelanjutannya No. 35/PK/TUN/2020, antara PT Suryamas Deli Kencana melawan Pempropsu. 


Dimana dalam notulen persidangan dan dipublikasikan secara elektronik bagi informasi publik tertulis, “yang dikuasai PTPN 2 tanpa HGU di Desa Sena”.


Artinya, sebut BB Purba, tanpa adanya sertifikat alas hak tanah berupa sertifikat HGU,  Pempropsu tidak boleh membayar lahan kepada pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan, karena tidak didukung bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat tanah.


Apalagi tandas BB Purba, SK HGU No. 24/1965 dan sertifikat HGU No. 10/2004, yang berhubungan dengan lahan Desa Sena, sama sekali tidak pernah dapat ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat tanah dengan jenis Hak Guna Usaha.


Tambah, Purba lagi, SK HGU (10 dan 24, red) tidak dapat dijadikan sebagai bukti dokumen bukti kepemilikan atas lahan, hingga dibuat alasan untuk pembayaran lahan kepada pihak perkebunan yang mengklaim jadi pemilik lahan. Meskipun pembayaran lahan, dinamakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.  


Bahkan jelas BB Purba lagi, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum harus secara tegas dan jelas menerangkan titik lokasi kegiatan (kordinat wilayah desa, kecamatan, kabupaten) dan itu guna kepentingan pembuatan sertifikat alas hak tanah nantinya, dan bukan seperti Lahan Sport Center yang ternyata berada pada tiga desa yang berbeda yakni Desa Tanjung Sari, Desa Tumpatan Nibung dan Desa Sena. 


Berbagai ketidak akuratan data, termasuk banyaknya sengketa dan gugatan dengan warga (baik penggarap yakni Kelompok Tani, serta milik perorangan dan publik) diatas lahan yang dijadikan sebagai Sport Center.


itulah sebut BB Purba yang menyebabkan penguasaan fisik lahan untuk pembangunan Sport Center Sena di Desa Sena tidak pernah dapat di selesaikan dengan baik, apalagi belakangan ini diketahui, ternyata di Desa Sena tidak pernah ada HGU sama sekali. 


Karenanya BB Purba berharap agar para pihak yang terkait dengan pengadaan Lahan Sport Center Sena di Desa Sena, segera merekondisi ulang berbagai hal terkait lahan Sport Center, termasuk pengembalian dana kepada Pempropsu, sebelum Pempropsu mengambil langkah hukum guna pengamanan dana APBD yang telah dikeluarkan.  


Yang saya tahu tukas BB Purba, dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA diterangkan hak-hak atas tanah antara lain; Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai; Hak Sewa; Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan.


“Dalam UU tidak pernah ada, SK HGU dimasukkan sebagai Sertifikat HGU. Apalagi hingga SK HGU itu  dibuat sama derajatnya sebagai Sertifikat HGU hingga bisa dilakukan pembayaran baik atas nama ganti rugi, pembayaran, ataupun pembayaran lahan untuk kepentingan umum. Dan ketiadaan dasar alas hak kepemilikan itulah yang menjadi dugaan adanya kerugian negara," tutup BB Purba. (alf)