-->

Notification

×

Iklan

Stop Luhut Binsar Pandjaitan, Efendi Simbolon, dan Maruara Sirait Mengurusi HKBP

Senin, 03 November 2025 | November 03, 2025 WIB Last Updated 2025-11-03T01:11:32Z
 
Oleh : Fredi Marbun


HKBP Bukan Milik Pribadi dan Kelompok

Fredi Marbun, tokoh pergerakan dan pemerhati Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sekaligus aktivis yang dikenal vokal dalam isu toleransi dan penentangan terhadap radikalisme, menyerukan peringatan keras kepada sejumlah tokoh politik nasional seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Efendi Simbolon, dan Maruara Sirait agar tidak lagi mencampuri urusan internal HKBP.


Menurut Fredi, keterlibatan para tokoh politik tersebut dalam dinamika HKBP telah melahirkan pola intervensi berbahaya yang berpotensi mencederai kemandirian dan kesucian lembaga gereja. HKBP bukanlah panggung politik atau sarana kepentingan kelompok, melainkan rumah rohani bagi umat yang harus dijaga dari pengaruh kekuasaan duniawi.


“HKBP harus berdiri di atas kemandirian rohani, bukan di bawah bayang-bayang elit politik. Kami menolak keras segala bentuk intervensi yang menjadikan gereja sebagai alat politik atau propaganda,” tegas Fredi Marbun di Jakarta, Minggu (02/11/2025).


Intervensi Politik: Dari Mimbar ke Kepentingan Kekuasaan


Fredi mengungkapkan bahwa peran dan kedekatan beberapa tokoh politik dengan pimpinan HKBP, khususnya Ephorus Pdt. Dr. Viktor Tinambunan, telah menimbulkan persepsi publik bahwa gereja kini dijadikan alat legitimasi politik.


Menurut Fredi, pertemuan antara Ephorus Viktor Tinambunan dan Komisi DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu menjadi bukti kuat bahwa arah pelayanan gereja telah diseret ke ranah politik. Dalam forum tersebut, Viktor secara terbuka menyerukan gerakan “Tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL)”, namun pembahasan justru mengarah pada kepentingan tertentu yang menggiring persepsi seolah-olah Ephorus adalah ajudan politik Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).


“LBP sebaiknya fokus mengurus ekonomi bangsa, bukan semua hal mau diatur, termasuk urusan gereja. Biarkan HKBP berdiri independen, jangan dijadikan instrumen kekuasaan,” tegas Fredi.


Maruar Sirait dan Efendi Simbolon, Jangan Jadikan HKBP Lahan Politik


Fredi juga menyoroti Maruar Sirait, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kabinet Presiden Prabowo Subianto.


Menurutnya, Maruar sebaiknya fokus pada amanah Presiden, memperbaiki tata kelola perumahan rakyat, bukan mencampuri urusan internal gereja.


“Maruar Sirait harus fokus bekerja untuk rakyat sesuai mandat Presiden Prabowo, bukan ikut mengatur arah HKBP. Gereja bukan alat politik siapa pun,” ujar Fredi.


Sementara itu, Efendi Simbolon juga tidak luput dari sorotan. Setelah diberhentikan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), ia kini menjabat sebagai Ketua Yayasan Universitas HKBP Nommensen (UHN).


Fredi menduga bahwa posisi tersebut digunakan Efendi untuk menggiring mahasiswa UHN dalam isu politik gereja, khususnya dalam narasi penutupan PT TPL.


“Setelah dipecat dari PDIP, Efendi mencari pekerjaan di HKBP dan kini menggunakan posisinya untuk memainkan isu politik dalam kampus. Saya menduga kuat jabatan itu dimanfaatkan untuk menggiring mahasiswa agar terlibat dalam kampanye ‘Tutup TPL. Ini manipulasi intelektual, dan sangat berbahaya bagi independensi lembaga pendidikan gereja,” tegas Fredi.


Isu “Tutup TPL” Sarat Kepentingan Kelompok


Fredi menilai bahwa isu penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang gencar disuarakan oleh Ephorus HKBP bukan murni persoalan moral atau lingkungan, melainkan agenda kelompok tertentu yang dibungkus dalih agama.


Narasi ini dijadikan komoditas politik untuk meraih simpati publik, sementara korban sosial dan ekonomi justru adalah jemaat HKBP serta masyarakat kecil di sekitar kawasan Danau Toba.


“Gerakan Tutup TPL itu seolah-olah dibalut ayat-ayat Alkitab dan nilai moral, padahal di dalamnya ada kepentingan ekonomi dan politik kelompok tertentu. Gereja dijadikan tameng, jemaat dijadikan korban,” tegas Fredi.


HKBP Harus Kembali ke Jalan Pelayanan, Bukan Politik


Fredi menegaskan bahwa gereja tidak boleh terseret dalam konflik kepentingan korporasi, ekonomi, maupun politik.


Tugas HKBP adalah melayani, menguatkan iman jemaat, dan menjadi teladan kasih Kristus di tengah masyarakat, bukan menjadi alat gerakan kelompok tertentu.


“Ketika gereja kehilangan arah, maka iman jemaat pun goyah. HKBP harus kembali pada panggilan sucinya, bukan larut dalam permainan kekuasaan,” tegasnya.


Ia juga mendesak agar Ephorus HKBP dan pimpinan pusat gereja menghentikan segala aktivitas politik yang menyesatkan serta membuka transparansi penuh kepada jemaat terkait semua keputusan dan alokasi dana gereja yang digunakan dalam kampanye atau gerakan tertentu.


Desakan Moral untuk Menjaga Marwah HKBP


Dalam seruannya, Fredi menegaskan bahwa gereja adalah tempat suci, bukan alat kepentingan pribadi, keluarga, atau elite politik mana pun.


Ia mengingatkan seluruh jemaat HKBP agar waspada terhadap manipulasi rohani yang dibalut dalam narasi sosial-politik.


“Kami menyerukan kepada seluruh warga HKBP dan umat Kristen Indonesia: berhentilah menjadi korban politik elit. Selamatkan gereja dari tangan-tangan yang memperalatnya demi kepentingan kelompok,” ujar Fredi.


Ia menutup dengan seruan keras, “Stop Luhut, Efendi Simbolon, dan Maruar Sirait mengurusi HKBP! Kembalikan gereja kepada Tuhan, bukan kepada kepentingan politik.”


Penegasan Akhir : HKBP Bukan Arena Kekuasaan


Fredi menegaskan, jika praktik intervensi dan politisasi gereja terus dibiarkan, maka HKBP akan kehilangan marwahnya sebagai lembaga rohani terbesar di Indonesia.


Oleh karena itu, ia menyerukan agar dilakukan pembersihan struktural dan moral di tubuh HKBP untuk mengembalikan gereja kepada mandat pelayanan sejati.


“Kami siap menggalang gerakan Selamatkan HKBP demi menegakkan kebenaran dan membersihkan lembaga rohani dari tangan-tangan kekuasaan. HKBP milik Tuhan, bukan milik politik dan bukan milik korporasi,” tutup Fredi Marbun dengan tegas. 


(Jakarta, 2 Nopember 2025)

×
Berita Terbaru Update