-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Iklan

Ketua Hubasibe, FR Nasution : Pembangunan Reklamasi Harus Seimbang, Sehingga Tidak Merusak Ekosistem Mangrove

Selasa, 16 November 2021 | November 16, 2021 WIB Last Updated 2021-11-16T10:18:38Z
 Ketua Yayasan Hutan Bakau Sicanang Belawan (Hubasibe), FR Nasution, dan kondisi banjir Rob di Belawan yang masih belum surut. (foto/Agus Ramadhani)


Metro7news.com, Medan - Persoalan banjir Rob yang dialami oleh masyarakat di Belawan, yang berkepanjangan mendapat perhatian dari Pemerhati dan Praktisi Lingkungan Hutan Mangrove di Sicanang, FR Nasution, juga Ketua Yayasan Hutan Bakau Sicanang Belawan (Hubasibe).


Saat dimintai pendapatnya, oleh awak media ini, Senin (15/11/21), sekira 18.00 WIB, disalah satu cafe Jalan Denai, Kota Medan, FR menjelaskan, banjir Rob yang terjadi di Belawan hanya sekali masuknya dalam setiap tahunnya.


Menurutnya, biasanya pasang surut air tidak memakan waktu yang lama. Namun saat ini terjadi banjir Rob sangat berkepanjangan, karena kuat dugaan dampak pengaruh reklamasi laut yang menutup sekitar 21 alur sungai yang terhubung ke laut di Belawan.


Sehingga pasang surut banjir Rob lama kembali ke laut, sehingga mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat Belawan dan adanya korban jiwa seorang balita bernama Rania.


Masih kata FR Nasution, sebagai praktisi lingkungan, dirinya tidak ingin menghambat pembangunan yang dilaksanakan, tapi hendaknya harus sesuai kebutuhan dan dijaga keseimbangan lingkungan.


"Kebutuhan Pelindo I, dalam reklamasi laut untuk pembangunan pelabuhan cargo apabila sudah tercukupi, jangan daerah yang tidak masuk zona tidak perlu ditimbun lagi,"jelasnya.


Tambahnya, ada beberapa wilayah hutan mangrove/bakau yang menurut FR Nasution yang hilang atau rata. Padahal seharusnya tidak masuk dalam zona reklamasi, maka penimbunan yang dilakukan terkesan membabi buta, seperti tidak memiliki studi kelayakan bisnis.


SKB atau Studi kelayakan bisnis proyek reklamasi dalam segi aspek pembangunan, yang seharusnya dilakukan oleh Pelindo I, sehingga terjadi keseimbangan antara pembangunan.


"Jangan hanya memikirkan keuntungan saja dan tidak menghiraukan keberlangsungan ekosistem mangrove, yang dapat menahan abrasi dan mengurangi dampak banjir Rob, sehingga tidak meluas dan berkepanjangan,"tambahnya.


Dari sisi pembangunan aspek ekonomi bukan hanya dipandang nilai bisnisnya saja. Namun ekosistem lingkungan hutan mangrove harus tetap dilestarikan dan harus seimbang.


Kemudian dampak sosial kepada masyarakat akibat pembangunan reklamasi yang membabi buta melewati kebutuhan, sehingga mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat yang ada di Belawan dalam aktivitasnya sehari-hari, untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya.


Sisi budaya dan tradisi dalam pembangunan reklamasi, jangan sampai menghancurkan budaya dan tradisi masyarakat yang sebagian besar mata pencaharian sebagai nelayan. 


Ada peradaban yang bergantung pada hutan mangrove yang menjadi budaya, tradisi. Karena ekosistem yang hidup didalamnya seperti ikan, udang, kepiting dan lainnya dimana saat ini hutan mangrove banyak yang hilang, sehingga ekosistem yang hidup terancam punah.


Banyak keuntungan dari kelestarian hutan mangrove, untuk itu pemerintah khususnya Pemko Medan harus serius menangani permasalahan ini. Oknum-oknum yang merusak lingkungan hutan mangrove agar dapat diambil tindakan tegas.


 "Pemko Medan harus merestorasi secara besar-besaran, bukan hanya menanam mangrove tapi juga membuat Perwal yang dapat melindungi ekosistem mangrove dari oknum-oknum yang sudah mengeksploitasi hutan mangrove, demi keuntungan pribadi," tegasnya.


Pemko Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan pihak terkait lainnya juga harus memperhatikan hal ini. Jangan hanya bisa menanam mangrove, tapi tidak ada peraturan yang dapat melindungi, dan menjaga keberlangsungan ekosistemnya.


"Oleh sebab itu, pihak yang berkompeten harus berani menindak tegas terhadap oknum-oknum yang merusak lingkungan hutan mangrove,"imbuhnya.


Sementara, hutan mangrove mampu menahan abrasi dan serapan air melalui akarnya, selain itu menjadi rumah bagi habitat ikan, udang, kepiting dan habitat laut lainnya, yang dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber mata pencaharian.


Ini harus dapat dilestarikan ekosistem di dalam lingkungan hutan mangrove yang ada di sepanjang pesisir Pantai Belawan.


"Pohon mangrove satu-satunya tumbuhan yang diciptakan Tuhan dapat hidup dengan kondisi air asin/payau, menyerap air cukup banyak sehingga mampu menahan abrasi dengan akarnya yang kokoh serta menghasilkan oksigen sehingga hutan mangrove dapat dikatakan sebagai paru-paru dunia," pungkasnya. (Red)


×
Berita Terbaru Update